KPK Benarkah Sudah Tamat? Refleksi Kritis 4 Tahun Setelah Alih Status Jadi ASN

Empat tahun telah berlalu sejak salah satu momen paling kontroversial dalam sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu perubahan status pegawainya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kini, setelah menilik dampaknya, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, memberikan penilaian tajam yang menyiratkan bahwa era keperkasaan KPK mungkin telah berakhir.

Perubahan yang terjadi pada 1 Juni 2021 itu, menurutnya, adalah titik balik yang secara fundamental mengubah independensi dan semangat lembaga antirasuah tersebut.

Kilas Balik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang Kontroversial

Perubahan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan amanat dari Undang-Undang KPK hasil revisi tahun 2019. Proses transisi ini mencapai puncaknya dengan penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat kelulusan.

Namun, tes ini menuai badai kritik dari berbagai kalangan karena dinilai penuh kejanggalan dan substansinya dianggap tidak relevan. Banyak pihak menuding TWK hanya dijadikan alat untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang dikenal memiliki integritas tinggi dan independen. Hasilnya, 57 pegawai, termasuk penyidik senior seperti Novel Baswedan dan nama-nama besar lainnya, dinyatakan tidak memenuhi syarat dan diberhentikan dari komisi.

Analisis Tajam Zainal Arifin Mochtar

Menurut Zainal Arifin Mochtar, momen alih status ASN inilah yang menjadi titik akhir bagi KPK sebagai lembaga superbody yang independen dan ditakuti koruptor. Baginya, esensi utama KPK sebagai lembaga yang berada di luar cabang kekuasaan pemerintah telah hilang.

"Bagi saya, KPK itu khatam ketika dia menjadi ASN. Kenapa? Karena logika independensinya hilang," ujar Zainal dalam sebuah diskusi.

Ia menjelaskan bahwa dengan menjadi ASN, pegawai KPK kini menjadi bagian dari birokrasi pemerintah. Mereka terikat pada hierarki dan aturan kepegawaian negara yang membuat mereka tidak lagi bisa bergerak sebebas dahulu. Semangat pemberantasan korupsi yang independen, menurutnya, telah tergantikan oleh logika kepatuhan birokrasi.

Dampak Nyata pada Pemberantasan Korupsi

Kritik yang dilontarkan Zainal bukan tanpa dasar. Sejak perubahan status tersebut, publik merasakan adanya perubahan signifikan pada kinerja KPK. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menyasar pejabat kelas kakap terasa semakin jarang terdengar. "Taji" atau kegarangan KPK dalam menindak kasus-kasus korupsi besar dinilai banyak pihak telah menurun drastis.

Kini, setelah empat tahun berjalan, pernyataan "KPK sudah khatam" menjadi bahan refleksi yang menyedihkan bagi publik yang merindukan lembaga antirasuah yang kuat dan independen. Pertanyaan besarnya bukan lagi apakah KPK masih ada secara institusi, tetapi apakah semangat dan keberaniannya dalam memberantas korupsi masih tersisa.

(Sumber: MSN.com)

0 Komentar